Sunday, December 22, 2013

Teori Pengecatan Kendaraan (Bab II)

BAB II
PRETREATMENT MAKE-UP LARUTAN

2.1. PENGERTIAN
Berdasarkan susunan kata, maka pretreatment dapat diartikan sebagai, pre : sebelum, dan treatment : proses atau perlakuan. Pengertian umum pretreatment adalah suatu proses yang dijalankan sebelum melakukan proses inti. Pengertian khusus pretreatment painting adalah proses pendahuluan terhadap bahan sebelum dilakukan pengecatan. Tujuan pretreatment painting ialah :
  1. Menambah daya rekat (adhesi) antara cat dengan bahan dasar (part )
  2. Menambah ketahanan terhadap karat pada hasil pengecatan
Proses pretreatment yang dilakukan sebelum pengecatan, sangat berpengaruh terhadap kualitas pengecatan, dan hal ini berkaitan dengan proses pengerjaan sebelum part di-loading untuk proses pengecatan. Cat tidak akan menempel dengan sempurna pada permukaan part sebelum melalui proses pretreatment (untuk part logam). Hal ini disebabkan oleh :
  • Proses pembuatan part selalu dilapisi dengan minyak untuk menghindari terjadinya karat selama menunggu proses lanjutan.
  • Daya kohesi antara partikel cat lebih kuat daripada daya adhesi logam dengan cat. Hal ini menyebabkan cat tidak mudah menempel pada logam tanpa media khusus. Media ini yang disebut phosphate yang diperoleh dari proses pretreatment.
Berdasar cara pengerjaannya, pretreatment dibedakan menjadi dua yaitu dengan cara pencelupan (dipping) dan dengan cara penyemprotan (spraying). Sedangkan berdasarkan jenis larutan phosphate yang digunakan, maka ada beberapa jenis proses phosphating yakni Besi (Iron), Zinc, dan Alumunium phosphate.

2.2. FLOW PROCESS PRETREATMENT
Semua logam sebelum dicat harus dipersiapkan permukaannya, sehingga kondisi part tersebut bersih dari hal-hal yang dapat mengurangi ketahanan daya rekat cat.



Persiapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu :
1. Secara Mekanis, misalnya : sanding, buffing, spraying.
2. Secara Kimiawi (Chemical Cleaning), misalnya degreasing.
Pada prinsipnya, aliran proses pretreatment sebagai berikut :
Gambar 2.1 Flow Proses Pretreatment

Sedangkan untuk part plastik, proses pretreatment yang dilakukan berbeda dengan part pre-degreasing. Secara umum proses pretreatment part plastik merupakan cleaning terhadap part dari kotoran/debu, sisa-sisa mould release (silicon), dan lain-lain.

Pretreatment terhadap part plastik diantaranya :
  1. Secara Mekanis, misalnya : sanding, air blow
  2. Secara Kimiawi (Chemical Cleaning), misalnya washing air , washing benzene atau IPA (Iso Propyl Alkohol)
  3. Secara Elektrik (Electric Cleaning), misalnya anti electrostatic unit



2.2.1. Pre-degreasing
Pre-degreasing merupakan proses persiapan permukaan metal sebelum degreasing. Tujuan pre-degreasing sebagai berikut :
  1. Menghilangkan sebagian besar kontaminasi yang berasal dari senyawa organik
  2. Menghilangkan pengotor zat organik lain untuk memudahkan dalam proses degreasing
Ada tiga jenis proses perlakuan pre-degreasing yaitu :
  1. Pre-degreasing dengan air panas (hot water)
- Dengan semprotan yang bertekanan tinggi
- Untuk kotoran yang berasal dari zat organik dan sifatnya masih baru.
- Untuk membersihkan minyak dan lemak
- Berupa air panas dengan suhu berkisar 40 - 50C.
  1. Pre-degreasing dengan kerosin
- Disemprotkan manual atau digosok dengan tangan
- Untuk pre-cleaning
Kelemahannya :
- Senyawa pengkontaminasi pada proses degreasing
- Bahan yang mudah terbakar dan kurang baik untuk kesehatan.
  1. Pre-degreasing dengan menggunakan produk water based (bahan dasar air)
- Campuran dari bahan surfactan (bahan penurun tegangan permukaan)
- Disemprotkan secara manual/digosok dengan tangan/dengan disemprot yang bersirkulasi.
Kelebihannya :
- Efektif untuk berbagai jenis pengotor organik
- Tidak menimbulkan kontaminan pada proses degreasing
- Dapat digunakan sebagai proteksi terhadap karat dalam waktu yang lebih lama
- Tidak merusak lingkungan
2.2.2. Degreasing
Adalah proses pencucian part dengan menggunakan larutan Alkali. Tujuannya sebagai berikut :
  1. Membersihkan kotoran yang menempel pada part (senyawa organik atau anorganik).
  2. Mengontrol permukaan metal untuk mendapatkan susunan kristal yang baik

Beberapa bentuk pengotor organik adalah :
- Minyak pada CKD part
- Sealer-sealer lama
- Minyak dari mesin stamping/pressing
- Kerosin dari proses pre-degreasing
Sedangkan bentuk kotoran anorganik adalah :
- Serbuk metal, yaitu partikel Besi, Aluminium, ataupun Zinc
- Metal oxida, yaitu pembentukan korosi pada permukaan metal (karat/endapan)
- Garam-garam, yaitu kontaminasi pada waktu handling atau pengiriman.
Mekanisme proses pembersihan terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
  1. Kontak, yaitu larutan pembersih menutupi seluruh area benda kerja
  2. Wetting, yaitu reaksi emulsifikasi senyawa-senyawa pengkontaminasi organik
  3. Pelepasan, yaitu pergerakan secara fisikal dari pengkontaminasi anorganik pada benda kerja yang sedang diproses
Bahan yang dipakai sebagai pembersih harus bersifat membersihkan (detergency), fleksibel, tahan lama, mudah dibilas serta mempunyai pengontrol terhadap busa.
Untuk memperoleh bahan yang memenuhi kriteria seperti diatas, paduan dari bahan-bahan harus diformulasikan, sehingga hasilnya memenuhi tuntutan kriteria tersebut. Dalam hal ini, komponen-komponen yang diperlukan dalam Alkaline Cleaner (pembersih yang bersifat basa), antara lain :
  1. Garam-garam Sodium, Hidroksida, Borak, Karbonat, Silikat,
  2. Surfactan
  3. Surface Surfactan (senyawa untuk mengaktifkan metal)
  4. Defoamer (anti busa)
Parameter dalam proses degreasing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Parameter operasional pada pembersih :
a. Konsentrasi yanh diperlukan sesuai dengan standar kontrol yang diberikan
b. Temperatur yaitu. Temperatur operasi degreasing sekitar 40C - 50C
c. Tekanan penyemprotan (untuk proses spray), sekitar 0.5 -1.5 kg/cm2
d. Waktu sekitar 5 -10 menit
2. Parameter operasional dari pembersih yang merupakan hasil titrasi
a. Kebasaan bebas (Free Alkalinity), digunakan untuk menentukan keefektifan konsentrasi larutan. Free Alkalinity larutan sekitar 7 - 10.
b. Kebasaan total (Total Alkalinity), untuk menentukan tingkat konsentrasi keseluruhan produk dalam larutan. Total Alkalinity digunakan sebagai metode pengontrolan secara tidak langsung komponen-komponen lain dalam larutan
2.2.3. Water Rinse
Sebagai pembilas agar permukaan part bersih dari bahan kimia yang menempel akibat dari proses sebelumnya, sehingga tidak terjadi kontaminasi antar larutan kimia. Tujuannya adalah :
  1. Membilas kelebihan pembersih yang menempel pada benda kerja
  2. Menghilangkan pembentukan garam-garam sebagai hasil dari proses pembersihan
  3. Menetralkan permukaan logam
2.2.4. Surface Conditioning
Surface conditioning bertujuan mempersiapkan permukaan part (agar lebih halus), mengaktifkan metal, dan mengatur permukaan metal agar kristal phosphate lebih seragam dan merata. Surface conditioning dilakukan dengan menggunakan material parcelene, neutralizer, dan bahan kimia lain yang bersifat metal conditioning.
2.2.5. Phosphating
Merupakan proses pelapisan part (logam) secara kimiawi. Pembentukan lapisan phosphate berasal dari zinc, besi (iron) atau alumunium phosphate (berbentuk kristal) yang menempel dan melapisi permukaan part. Jumlah kristal phosphate yang menempel dinyatakan dengan satuan miligram per meter persegi (mg/m2).
Phosphating merupakan perubahan dari permukaan logam menjadi permukaan baru yang mempunyai sifat non-metalik dan non-konduktif. Setelah terbentuk lapisan phosphate, diperlukan pemanasan pada suhu tertentu yakni berkisar antara 150C - 180C, sehingga menghasilkan kristal phosphate yang kecil dan rata. Pada suhu tersebut, air di lapisan phosphate akan menguap. Bila panas melebihi 200C, kristal yang terbentuk akan pecah, sehingga terjadi celah yang menurunkan daya lekat cat dan menyebabkan timbulnya korosi.
Kriteria yang perlu diperhatikan dari proses phosphating sebagai berikut:
  1. Hasil dari pelapisan/coating harus bersifat :
  • Resistan/tahan terhadap korosi
  • Siap untuk proses pengecatan
  • Tahan lama setelah proses pengecatan
  1. Proses mudah dikontrol
  2. Proses bersifat fleksibel, artinya dapat melapisi berbagai macam metal
  3. Proses tahan lama
  4. Larutan bersifat mudah dibilas
Proses pelapisan phosphating dapat dibedakan berdasarkan jenis pelapisannya (phosphate coat), antara lain :
  1. Zinc phosphate coating, digunakan pada permukaaan baja (pre-degreasing), zinc dan aluminuium, sebagian besar telah digunakan pada industri otomotif dan domestik.
  2. Dwi Cationic, modifikasi pelapisan nickel dan zinc phosphate. Penambahan metal nickel pada larutan phosphating, menghasilkan pelapisan nickel dalam zinc phosphating. Tujuannya untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi dan pelapisan pada pengecatan
  3. Tri Cationic, modifikasi pelapisan Ni + zinc phosphate. Dilakukan dengan penambahan ion mangan. Tujuannya untuk meningkatkan ikatan cat (adhesion paint), mempunyai sifat fleksibel pada proses pengecatan dan menambah ketahanan terhadap korosi.

2.2.5.1 Mekanisme pelapisan dapat diilustrasikan sebagi berikut :
1. Asam bebas (free acid) mengetsa/melukai lapisan bawah anoda pada subatrate.
Gambar 2.2 Tahap Asam Bebas Mengetsa Substrate
2. Elektron di substrate bergerak ke katoda dan membentuk ion H‾, sehingga terjadilah proses hidrolisa air .
Gambar 2.3 Tahap Pergerakan Elektron ke Katoda & Terjadinya Hidrolisa Air
3. Membentuk gas Hidrogen dan OH‾, sehingga terjadi pembentukan lokasi area dengan tingkat keasaman (pH) tinggi.
Gambar 2.4 Tahap Pembentukan Hidrogen dan Lokasi Bersifat Asam
  1. Terjadi proses pengendapan lapisan
Gambar 2.5 Tahap Pengendapan Lapisan Phosphate
Secara umum konversi reaksi pelapisan phosphate sebagai berikut :
Daerah Anodic : Fe Fe+2 + 2e-
Daerah Catodic : 2H+ + 2e- H2
Hasil penyederhanan persamaan pelapisan :
H3PO4 + Zn(H2PO4)2 + Fe(H2PO4)2 + Fe Zn3(PO4)2 + Zn2(PO4)2 + ZnHPO4 + FePO4
Persamaan reaksi phosphating :
  • Reaksi Hopeite : Zn2+ + 2ZnPO4 Zn3 (PO4)2
Reaksi Phosphophylite : Fe2++2ZnPO4 Zn2Fe (PO4)2
Gambar 2.6 Mekanisme Pengendapan Phosphate
2.2.5.2. Parameter Operasional Zinc Phosphate sebagai berikut :
  1. Keasaman Total (Total Acid), yaitu jumlah komponen asam phosphate dalam larutan yang dapat dikonversikan menjadi pelapisan zinc phosphate. Point kontrol Total Acid berkisar pada 28 - 32.
  2. Keasaman Bebas (Free Acid), yaitu tingkat keaktifan dari komponen asam phosphate. Point kontrol Free Acid berkisar pada 0,5 - 0,8.
  3. Temperatur, digunakan untuk mengontrol keaktifan dari komponen asam phosphate.
  4. Pemercepat/Accelerator (Nitrite), bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara Fe2+ dan Fe3+ dalam larutan dan untuk membantu terjadinya pembentukan lapisan Zinc Phosphate pada metal.
  5. Tekanan spray dan sudut Nozzle (untuk proses spray ), harus dapat menutupi semua permukaan metal yang diproses
  6. Waktu pencelupan (untuk proses dipping)
2.2.6. D-I (Deionized/Demineralized) Water Rinse
Merupakan cara menghilangkan kelebihan larutan pada benda kerja, menghentikan reaksi larutan phosphating pada metal, dan menghilangkan garam-garam yang terbentuk sebagai produk yang dihasilkan selama reaksi pelapisan phosphate.
D-I water rinse merupakan tahap akhir proses pretreatment. Namun sebelumnya, dilakukan pembilasan part dengan air PAM. Prinsip pembersihan dengan DI water ialah pembersihan part untuk memperoleh hasil pembersihan dengan kualitas yang tinggi dengan menggunakan air dengan kandungan mineral minimum. Untuk menghindari terjadinya korosi pada permukaan logam yang telah terlapisi phosphate. Kondisi air seperti yang dipersyaratkan tersebut bisa didapat dari air yang telah mengalami proses demineralisasi atau deionisasi.
2.2.7. Dry Oven
Untuk menghilangkan sisa-sisa air yang masih melekat pada part setelah mengalami pretreatment. Proses Dry Oven part steel biasanya beroperasi minimal pada suhu 100 C (agar terjadi penguapan air di lapisan phosphate). Misalnya untuk dry oven yang menggunakan sistem conveyor beroperasi pada suhu 140C - 160 C. Apabila suhu lebih dari 200C, maka kualitas lapisan phosphating sebagai hasil pengeringan terjadi pecah-pecah, sehingga mempengaruhi daya rekat cat pada part .

No comments: