A.
Pendahuluan
Konsep tentang mengajar merefleksikan nilai-nilai dan
falsafah sosial masyarakat luas, dan karena hal ini berubah, maka pandangan
masyarakat tentang guru pun berubah. Untuk memahami peran guru dalam masyarakat
dewasa ini dibutuhkan sebuah reviuhistoris singkat tentang beberapa perubahan
penting yang telah terjadi dibidang pengajaran dan persekolahan selama tiga
abad terakhir.
Peran guru dimasa silam cukup sederhana dimana
keterampilan baca tulis dan numerasi dasar merupakan tujuan utama pendidikan.
Standar untuk guru di abad kesembilan belas lebih ditekankan pada bagaimana
mereka menjalani kehidupan pribadi dari pada kemampuan profesionalnya,
perubahan yang cepat selama abad kesembilan belas menentukan banyak elemen
sistem pendidikan yang kita miliki saat ini. Pada abad kesembilan belas dan awal abad ke
dua puluh satu, maksud pendidikan meluas dengan pesat, dan peran guru mendapat
banyak dimensi tambahan serta tantangan-tantangan dalam mengajar.
Pada tulisan ini penulis akan membahas tentang pembelajaran
abad kedua puluh satu khususnya tentang tantangan mengajar untuk guru-guru abad
kedua puluh satu yang meliputi mengajar dalam masyarakat multi kultural,
mengajar untuk konstruksi makna, mengajar untuk pembelajaran aktif, mengajar
dengan tantangan baru tentang kemampuan, mengajar dan pilihan, mengajar dan
akuntabilitas serta pembelajarn dan teknlogi. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan
kesadaran dan apresiasi terhadap dasar pengetahuan untuk mendukung praktik
mengajar, guna menghadapi tantangan mengajar diabad sekarang. Untuk pencapaian
tujuan tersebut, dengan disertai dengan berbagai keterbatasan yang ada seperti
waktu, biaya, penulis hanya melakukan telaah perpustakaan ( library research) yang ringkas terhadap
pembelajaran diabad kedua puluh satu.
B.
|
Tidak ada bola kristal yang memungkinkan kita
untuk melihat apa yang akan terjadi pada abad ke-21. Akan tetapi, beberapa tren
kemungkinan besar akan berlanjut, dan beberapa aspek pendidikan dan pengajaran
akan tetap sama, sementara sebagian lainnya akan berubah secara cukup dramatik,
seperti gambar berikut ini:
Pembelajaran
Abad Kedua puluh Satu Pembelajaran dan teknologi
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
Pembelajaran
aktif
Disatu
pihak, perubahan besar terjadi dalam cara menyimpan dan mengakses informasi
dengan komputer dan digital akan mengubah banyak aspek pendidikan. Saat ini dan
dimasa mendatang internet berpotensi untuk menghubungkan siswa keberbagai
sumber yang sebelumnya tidak tersedia.
Di lain pihak, kemungkinan besar, paling tidak dalam waktu dekat
masyarakat akan terus mewajibkan anak-anaknya untuk sekolah. Pendidikan akan
tetap memiliki komitmen terhadap berbagai tujuan, tetapi pembelajaran akademik
akan tetap menjadi yang terpenting. Selain itu tidak mustahil bahwa ruang fisik
yang disebut sekolah akan berubah drastis dimasa mendatang. Organisasi dan akuntabilitas
pengajaran akan berubah, sekolah kemungkinan besar akan terus berbasis
masyarakat, dan guru akan terus memberikan pengajaran kepada kelompok-kelompok
anak diruang berbentuk persegi empat.
Upaya reformasi kontemporer menunjukkan adanya potensi untuk
membawa perspektif-perspektif baru dan radikal tentang apa arti pembelajaran
akademik dan cara terbaik untuk mencapainya. Berbagai perspektif baru juga
muncul seperti halnya apa yang dimaksud masyarakat dan hubungannya dengan
sekolah pada umumnya. Sifat populasi siswa dan ekspektasi terhadap guru adalah
faktor-faktor tambahan yang kemungkinan besar akan berubah drastis selama
beberapa dekade
1. Pembelajaran dalam Masyarakat Multi Kultur
Pembelajaran
multi kultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui,
menerima dan menegaskan perbedaan manusia yang dikaitkan dengan budaya, etnik, gender, ras, keanekaragaman
bahasa, kelas sosial. Pembelajaran multi kultural adalah suatu sikap dalam
memandang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin,
seks, kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang.
Kita hidup di masyarakat yang multikultural untuk itu
kondisi budaya masyarakat merupakan tantangan bagi guru di abad kedua puluh
satu adalah untuk mentranspormasikan sekolah dan pendekatan pengajaran, yang
dulu diciptakan pada saat sebagian besar siswa masih berpegang pada warisan
budaya Eropa –Barat dan berbicara dalam bahasa Inggris, agar dapat memenuhi
kebutuhan populasi yang dewasa ini jauh lebih beragam. Menurut Harold Hodgkinson (1993) “ Setiap
masyarakat dibangun atas dasar asumsi-asumsi demografik. Bila asumsi-asumsi ini
berubah maka guncangan yang akan menimpa seluruh sendi-sendi masyarakat.
Keanekaragaman linguistik merupakan salah satu
perubahan paling cepat dibidang pendidikan dengan semakin meningkatnya jumlah
anak-anak yang berbahasa non-Inggris yang memasuki sekolah-sekolah negeri.
Jumlah siswa dengan kemampuan berbahasa Inggris yang terbatas atau mereka yang
sedang belajar Bahasa Inggris diseluruh negeri meningkat lebih dari dua kali
lipat selama dua dekade terakhir.
Faktor demografis
lain yang mempengaruhi sekolah dan guru adalah banyaknya anak-anak yang saat
ini sekolah disekolah-sekolah negeri yang hidup dalam kemiskinan. Faktanya,
beberapa pengamat berpendapat bahwa kemiskinan dan klas sosial telah
menggantikan ras sebagai isu paling urgen yang dihadapi bangsa ini dan bahwa
kemiskinan merupakan jantung dari kebanyakan kegagalan sekolah.
Tren-tren
demografis ini memiliki paling tidak tiga signifikansi penting bagi pengajaran
dan bagi mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk mengajar
Pertama, Untuk alasan sosial dan
ekonomi, banyak orang dimasyarakat luas akan tetap berkomitmen untuk memberikan
kesempatan pendidikan kepada semua anak. Untuk itu dalam menangani anak-anak
dengan latar belakang budaya yang beragam dan dengan berbagai kebutuhan khusus
menuntut guru untuk memiliki reportoar strategi dan metode efektif yang jauh
melampaui apa yang sebelumnya dituntut dari guru. Guru juga harus mampu
mendeferensiasikan kurikulum dan pengajarannya agar lebih pas dengan mereka
yang mungkin merasa bahwa sekolah amat menyulitkan atau tidak relevan dengan
kehidupannya.
Kedua, Ada kemungkinan bahwa
keseimbangan populasi rasial dan etnik siswa dan guru di sekolah-sekolah,
sehingga guru diperkirakan akan mengalami penataan sosial dan organisasional
yang komplek sehingga kemungkinan guru sendiri akan lebih sering dipindahkan
dari satu sekolah ke sekolah lain.
Ketiga, Para orang tua tidak akan lagi
menoleransi sekolah-sekolah dengan materi
yang tidak akurat dan guru yang tidak terlatih. Sehingga menuntut adanya
kurikulum dan pendekatan pengajaran yang
memastikan bahwa kesuksesan akademik dan sosial yang sama akan dicapai oleh
anak-anak mereka.
James A. Banks ( 1993, 1994)
mengidentifikasikan ada lima dimensi pendidikan multikultural yang
diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program
yang mampu merespon terhadap perbedaan pelajar (siswa) yaitu:
a. Dimensi integrasi isi/materi (Content integration),
Dimensi ini
digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan “poin kunci”
pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para
guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan
beberapa cara pandang yang beragam.
b. Dimensi konstruksi pengetahuan ( Knowledge
costruktion ),
suatu
dimensi dimana para pendidik membantu peserta didik untuk memahami beberapa
perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan
yang mereka miliki
c.
Dimensi
pengurangn prasangka ( Prejudice
ruduction)
Guru melakukan banyak usaha untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan prilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai
contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki
kesalah pahamanan terhadap ras atau etnik lainnya, pendidikan dapat membantu
siswa mengembangkan prilaku intergruop yang lebih positif, penyediaan kondisi
yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang
dimaksud adalah bahan pembelajaran yang
memiliki citra yang positif tentang
perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara kosisten
dan terus menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang
kesekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak
melakukan kesalah pahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar
kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan tekbook multikultural
atau bahan pengajarana lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat
membantu para pelajar untuk mengembangkan prilaku dan persepsi terhadap ras
yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para
pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
d.
Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy).
Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah pasilitas
pembelajaran sehingga mempermudah mencapai hasil belajar pada sejumlah peserta
didik dari berbagai kelompok
e. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial.
Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya peserta didik yang dibawa
kesekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda.
Bedasarkan penjelasan di atas maka sangat diperlukan adanya starategi dan penyusunan
rancangan pembelajaran berbasis multikultural yang digunakan dalam
mengembangkan pembelajaran berbasis multi
kultural, strategi tersebut antara lain adalah : Strategi kegiatan belajar bersama-sama (Cooverative learning), yang dipadukan dengan strategi pencapaian
konsep (Concept Attainment) dan
strategi analisis nilai (Value Analysis),
strategi analis sosial ( Social
Investigation). Kemudian penyusunanya rancangan pembelajaran
berbasis multikultural dapat dilakukan melalui lima tahapan utama: (1).
analisis isi (content analysis), (2)
Analisis latar kultural ( Setting Analisis), (3) Pemetaan materi (Mepping
contents), (4) Pengorganisasian materi ( Contents organizing) pembelajaran, dan
(5) menuangkan dalam format pembelajaran.
2.
Pembelajaran Mengkonstruksi
Makna/Tujuan
Pembelajaran
bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihububungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran bermakna ditandai oleh terjadinya hubungan antara
aspek-aspek, konsep-konsep informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen
yang relevan di dalam struktur kognitif peserta didik. Proses pembelajaran
tidak hanya sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi
merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman
yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari dipahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna, maka pembelajaran
harus selalu berusaha mengetahui dan mengenali konsep-konsep yang telah
dimiliki peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep
tersebut dengan pengetahuan baru yang akan dibelajarkan.
Berbagai
pendapat tentang Kebermaknaan Menurut Teori Belajar Konstruktivistik
diantaranya adalah:
a.
Jean Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara fasif oleh seseorang,
melainkan melalui tindakan (action),
Perkembangan pengetahuan anak tergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Pengetahuan itu sendiri
merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak seimbangan dan
keadaan keseimbangan ( Pujiadi 199;61)
b.
Tasker (1992;30)
mengemukakan tiga penekanan dari teori konstruktivistik Pertama: peran aktif
peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. kedua:
pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna,
ketiga:
mengaitkan antara gagasan dan informasi
baru yang diterima.
c.
Wheatley ( 1991;
12) Menyebutkan dua pinsip utama dalam pembelajaran menurut teori konstruktivistik
pertama:
Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur
kognitif peserta didik. Kedua: kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak.
d. Ausubel (dalam Dahar; 1991; 111 ) bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila peserta didik menemukan
sendiri pengetahuan.
e. Hanbury ( 1996; 3 ) mengemukan
sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu : 1) peserta didik
mengkonstruksi pengetahuan dengn cara menintegrasian gagasan-gagsan yang mereka
miliki. 2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena peserta didik mengerti.
3) strategi peserta didik lebih bernilai. 4) peserta didik mempunyai kesempatan
untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan
temannya.
f. Tytler ( 1996 ; 20 )
mengajukan beberapa saran yang bekaitan dengan rancangan pembelajar menuut
teori konstruktivistik. 1) memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasanya
sendiri. 2) memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi
lebih kreatif dan imajinatif. 3)
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba gagasan baru. 4) memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki peserta didik. 5) mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. 6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dengan
demikian bahwa proses pembelajaran menciptakan pengetahuan dan pengalaman
peserta didik lebih bermakna dan akan bertahan lama dalam pikiran peserta didik, kemudian dapat
diimplementasikannya. Peserta
didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui asimilasi dan
akomodasi.
Sistem
pendidikan Mengkonstruksi Makna/Tujuan
ini didasarkan pada model “Faktori” (pabrik) sekolah dan
memiliki perspektif kaum objektivis tentang pengetahuan dan belajar. Sekolah seperti pabrik-pabrik maksudnya
adalah tempat pengajaran atau tugas-tugas dapat distandarisasikan dan guru
dapat meneruskan informasi kepada siswanya dalam bentuk “Kebenaran” yang telah
diketahui. Pengetahuan dari perspektif objektif
adalah sesuatu yang agak konsten dan tidak berubah. Guru, dari perspektif objektif adalah individu yang telah
memperoleh segumpal pengetahuan penting dalam disiplin tertentu. Peran guru adalah menularkan
pengetahuan itu dalam bentuk pakta, konsep, dan prinsip kepada siswa-siswanya,
karena pengetahuan sudah diketahui dan secara relatif bersifat tetap maka
sekolah formal yang diatur oleh perspektif ini dimaksudkan untuk
mengorganisasikan apa yang sudah diketahui itu melalui seperangkat kurikulum
untuk dipelajari semua siswa. Oleh sebab itu kesuksesan sekolah
didemonstrasikan melalui penguasaan siswa terhadap kurikulum itu melalui
tes-tes prestasi standar.
Perspektif Konstrutivis merupakan perspektif objektivis yang sangat
terkenal pada masa ini dimana Perspektif Konstrutivis mengatakan bahwa
pengetahuan agak bersifat persial, dan maknanya dikonstruksikan oleh pelajar
melalui pengalaman.
3. Pembelajaran Aktif
Sistem sekolah yang diciptakan diabad kesembilan belas adalah berstandar pada
sebuah perspektif bahwa belajar
adalah sebuah kegiatan fasif, ruang-ruang kelas persegi tempat-tempat duduk
yang tetap papan tulis serta podium di depan. Pengetahuan dirancang untuk
transmisi pengetahuan yang efektif dari guru sementara para siswa duduk dengan
tenang sambil mencatat.
Dari Perspektif
Konstrutivis, belajar bukan dianggap siswa yang secara pasif menerima informasi
dari guru tetapi siswa yang terlibat aktif di dalam pengalaman yang relevan dan
memiliki kesempatan untuk berdialog sehingga dapat berkembang dan
dikonsrtruksikan. Belajar bukan berlangsung di dalam kelas yang pasif tetapi
dalam komunitas yang ditandai oleh patisipasi
dan keterlibatan yang tinggi.
Pembelajaran
aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan anak didik
berperan serta aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk
interaksi antar peserta didik maupun peserta didik dengan pendidik dalam proses
pembelajaran tersebut.
Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a.
Penekanan
proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan
pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik
atau permasalahan yang dibahas
b.
Peserta
didik tidak hanya mendengarkan secara fasif tetapi mengerjakan sesuatu yang
berkaitan dengan materi
c.
Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap
berkenaan dengan materi
d.
Peserta
didik lebih banyak dituntut untuk berfikir kritis, menganalisis dan melakukan
evaluasi
e.
Umpan
balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
Di samping
karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu proses pembelajaran aktif
memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama; Interaksi yang timbul
selama proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana
konsoladasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara
bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua; Setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran
dan pengajar harus dapat mendapatkan penilaian untuk setiap peserta didik
sehingga terdapat individual accountability. Ketiga; Proses pembelajaran aktif ini agar
dapat berjalan dengan efektif diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga
memupuk sosial skills. Dengan demikian kualitas pembelajaran dapat ditingkat
kan sehingga penguasaan materi juga meningkat
Studi yang
dilakukan Thoman ( 1972) menunjukkan
bahwa setelah 10 menit kuliah, mahasiaswa cenderung akan kehilangan
konsentrasinya untuk mendengar kuliah yang diberikan pengajar secara pasif. Hal
ini tentu saja akan makin membuat pembelajaran tidak akan efektif jika kuliah
tersebut dilanjutkan tanpa upaya-upaya untuk memperbaikinya. Dengan menggunakan
cara-cara penbelajaran aktif hal tersebut dapat dihindari. Pemindahan peran
pada mahasiswa untuk aktif belajar dapat mengurangi kebosanan ini bahkan bisa
menimbulkan minat belajar yang besar pada mahasiswa. Pada akhirnya akan membuat
proses pembelajaran mencapai learning outcomes yang diinginkan’
Beberapa teknik pembelajaran aktif
Ada banyak teknik pebelajaran aktif dari mulai yang
sederhana yang tidak memerlukan persiapan lama dan rumit serta dapat
dilaksanakan dengan mudah sampai dengan yang rumit yaitu memerlukan persiapan
lama dan pelaksanaan cukup rumit. Beberapa teknik pembelajaran tersebut antara
lain:
a. Think-Pair-Share
Dengan cara ini peserta didik diberi pertanyaan atau
soal untuk dipikirkan sendiri kurang lebih 2-5 menit (think), kenudian peserta didik diminta untuk mendiskusikan jawaban
atau pendapatnya dengan teman yang duduk disebalahnya (Pair). Setelah itu pengajar dapat menunjuk satu atau lebih peserta
didik untuk menyampaikan pendapatnya atas pertanyaan atau soal itu bagi seluruh
kelas (share)
b. Cllaborative Learning Grups
Dibentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa yang
dapat bersifat tetap sepanjang semester atau bersifat jangka pendek untuk satu
pertemuan. Untuk setiap kelompok dibentuk ketua kelompok atau penulis. Kelompok
diberi tugas untuk dibahas bersama dimana seringkali tugas ini berupa pekerjaan
rumah yang diberikan sebelum pembelajaran dimulai. Tugas yang diberika kemudian harus diselesaikan
bisa dalam bentuk makalah maupun catatan singkat
4.
Pembelajaran Menurut Pandangan Baru Tentang Kemampuan Berfikir
Keterampilan
berfikir dapat didepenisikan sebagai proses kognitif yang dipecah ke dalam
langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berfikir. Satu contoh kemampuan berfikir adalah
menarik kesimpulan (inferring) yang
didefenisikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau informasi dengan
pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu prediksi hasil akhir yang
terumuskan. Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berfikir
yang sebenarnya cukup berbeda yaitu kemampuan berfikir tingkat tinggi (high level thinking), berfikir komplek (complex thinking) dan berfikir kritis (critical thinking). Berfikir tingkat
tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses
berfikir yang terjadi dalam short-term
memory jika dikaitkan dengan taksonomi bloom, berfikir tinggkat tinggi meliputi
evaluasi, sintesis, dan analisis. Berfikir kompleks adalah proses kognitif yang
melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian. Berfikir kritis merupakan salah
satu jenis berfikir kreatif yaitu jenis berfikir divergen yang bersifat
menyebar dari suatu titik.
Kemampuan
berfikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa dan menghasilkn solusi
yang unik atau suatu problem atau disebut juga dengan kreativitas. J.P
Guilford (dalam Santrock,
2004.366) membedakan antara pemikiran konvergen yang menghasilkan suatu
jawaban yang benar dan merupakan karakteristik dari jenis pemikiran yang
dibutuhkan pada tes kecerdasan konvensional, dan pemikiran divergen yang
menghasilkan banyak jawaban untuk satu pertanyaan dan merupakan karakteristik
dari kretivitas.
Gaya berfikir konvergen adalah pola fikir sesorang yang selalu dinominasi
oleh berfungsinya belahan otak kiri, yaitu berfikir vertikal, sistematik dan
terfokus, serta cenderung untuk meningkatkan pengetahuan yang ada. Berfikir
konvergen merupakan cara berfikir satu arah, yaitu pemberian jawaban atau
penarikan kesimpulan yang logik (penalaran) dan informasi yang diberikan,
dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat atau
satu-satunya jawaban. Orang dengan kecenderungan berfikir secara konvergen
mampu menangkap detail objek stimuli dengan baik, cenderung menyukai
tugas-tugas praktis, kegiatan yang terstruktur, bekerja dengan fakta, berfikir
dan bertindak secara bertahap, serta memandang persolan secara serius, serta
menggunakan bahasa dan logika dalam berfikir.
Dengan
demikian kajian karakteristik kecenderungan gaya berfikir konvergen secara umum dapat ditandai dengan berfikir:
1) vertikal, artinya bergerak secara bertahap 2) sistematik/ trestruktur, 3)
logis-rasional, 4) linier, 5) Konvergen terfokus kepada jawaban yang benar, 6) mampu
melaksnakan penafsiran abstrak dan simbolik 7) respon sesuai dengan kebenaran
dan fakta, 8) memetingkan struktur dan kepastian 9) serius memandang persoalan,
10) teramalkan.
Berfikir divergen adalah pola berfikir seseorang yang lebih
didominasi oleh berfungsinya belahan otak kanan, berfikir lateral dan menyentuh
pokok persoalan. Berfikir divergen adalah berfikir kreatif yakni memberikan
bermacam-macam kemungkinan jawaban atau pemecahan masalah berdasarkan informasi
yang diberikan dan mencetus banyak gagasan terhadap suatu persoalan mencoba
menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban atau pemecahan masalah
Dengan demikian kecenderungan berfikir divergen secara umum ditandai dimilikinya karakteristik 1)
lateral artinya memandang sesuatu persoalan dari bebarapa sisi 2) acak tidak
teratur, 3) holistik, bersifat menyeluruh 4) intuitif-imajintif 5) musikal-
infulsif 6)Divergen menyebar ke berbagi arah untuk menemukan banyak jawaban 7)
suka kebebasan dan berimprovisasi, 8) peka dalam rasa, gerak dan ungkapan
kiasan 9) suka kebebasan 10) tidak teramalkan
Teori dan
praktik tradisional mengatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan mental yang spesifik (intelegensi Quotient). Dengan
berakhirnya abad ke sembilan belas psikolog seperti Alfed Bined di Perancis dan
Lewis Terman di Stanford University mengembangkan tes-tes yang dimaksudkan
untuk mengukur itelegensi dan kemampuan manusia. Teori ini melihat intelegensi
sebagai kemampuan tunggal. Tes ini digunakan untuk menentukan siapa yang bisa mendapatkan
manfaat dari sekolah-sekolah unggulan. Tes ini juga digunakan untuk mengambil
keputusan tentang kemana siswa seharusnya ditempatkan di sekolah dan ke
perguruan tinggi mana mereka melanjutkan pendidikannya. Dari hasil kerja Binet
itu lahir ide tentang umur mental.
Konsep
intelegensi Quotient menurut Woolfolk (2005) Skor IQ adalah komputasi umur
mental seseorang yang dibagi dengan umur kronologisnya dan dikalikan 100%.
Stamberg dan Gardner melontarkan pandangan bahwa intelegensi lebih
dari sekedar sebuah kemampuan tunggal dan meliputi banyak kemampuan dan talenta
serta bersifat kontestual. Stamberg membagikan intelegensi kedalam tiga tife yakni analistis, melibatkan
proses-proses individu, kretif adalah insights individu untuk menghadapi berbagai
pengalaman baru, dan praktis adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dan
membentuk ulang lingkungannya sedangkan Gardner mengemukakan tentang Multiple Intelegences menurutnya ada delapan
intelegensi yang terpisah yaitu: Linguistic, logikal-mathematikal, spatial ,musical,
bodily-kinestetic, interfersonal ,intrapersonal,
dan naturalist.
Delapan Tipe
Intelegensi Gerdner
NO
|
TIPE/KECERDAsSAN
|
DESKRIPSI
|
CARA BELAJAR
|
1
|
Logical-Mathematical
|
Kemampuan
untuk menengarai perbedaan diantara berbagai pola logis dan numerik, dan
untuk mengelola rantai penalaran yang panjang
|
Menghitung,
mencongkak, bermain dengan angka, memecahteka-teki bereksperimen menelusuri
sebab akibat sesuatu
|
|
Linguitic
|
Kepekaan terhadap bunyi, ritme, makna kata-kata
dan berbagi fungsi bahasa yang berbeda
|
Melalui
kata-kata, tulisan, menyimak cerita dan bercerita, deklemasi permainan kata,
berdiskusi
|
3
|
Musical
|
kemampuan
untuk menghasilkan dan mengapresiasikan pitch, timbre, ritme, dan berbabai
bentuk ekspresi musikal
|
Mengidentifikasi suara dan bunyi, menikmati
berbagai suara dan bunyi, bernyanyi dan bersiul, bermain alat usik, menikmati
irama mendengar lagu.
|
4
|
Spatial
|
Kemampuan
untuk mempersepsi dunia visual-spasial secara akurat dan untuk melakukan
transpormasi pada persepsinya baik secar mental maupun dunianyata
|
Membangun dan
merancang miniatur bangunan, mewarnai, mengkombinasikan warna warni, bermain
imajinasi, memetakan pikiran, mencermati bentuk
|
5
|
Bodily-kinesthetik
|
Kemampuan
untuk mengontrol berbagai emampuan fisik dan untuk menagani berbagai benda
sacara trampil
|
Memegang dan menyentuh benda ,
mendramakan,bergerak, membaui, mengecap menari, bermain bngkar pasang
|
6
|
Interpersonal
|
Kapasitas
untuk melihat perbedaan dan merespon dengan tepat berbagaimacam suasana
perasaan temperamen, motivasi dan keinginan orang lain
|
Belajar berkelompo, bekerjasama berbagi rasa,
berbicara dengan orang lain, berbagi peran, bermain tim dan simulasi
berinteraksi
|
7
|
Intrapersonal
|
Pemahaman
tantang keadaan emsionalnya sendiri dn pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
|
Merefleks dan Merenung mengaitkan berbagai hal
dengandengan cara dirinya sendiri, membuat jadwal.
|
8
|
Naturalis
|
Kemampuan
untuk mendiskriminasikan berbagai benda hidup dan kepekaan terhadap
fitur-fitur alam
|
Mencermati alam sekitar, menikmati alam
memperhatikan cuaca dan benda-benda langit
|
Munandar (1999) mengatakan
ciri-ciri kemampuan kreatifitas yang berhubungan dengan kognisi dapat dilihat
dari 3 keterampilan yaitu:
1. Berfikir lancar, ciri-cirinya
1.1 Mencetuskan
banyak gagasan dalam menyelesaikan masalah,
2.1 Memberikan
banyak cara atau saran untuk melakukankan berbagai hal,
3.1 Bekerja
lebih cepan dan melakukan lebih banyak dari pada yang lain,
2. Keterampilan berfikir
luwes, ciri-cirinya
1.2
Menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan yang
bervariasi
2.2. Dapat melihat suatu
masalah dari sudut pandang yang berbeda
3.2. menyajikan suatu konsep
dengan cara yang berbeda
3. Keterampilan berfikir
orisinil, ciri-cirinya;
1.3
Memberikan gagasan baru dalam menyelesaikan masalah
2.3
Membuat kmbinasi-kombinasi yang lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur
4. Keterampilan menilai. ciri-cirinya;
1.4. Dapat menentukan kebenaran suatu kebenaran pertanyaan atau kebenaran
kebenaran suatu rencana penyelesaian masalah
2.4. Dapat mencetuskan gagasan–gagasan penyelesaian suatu masalah dan dapat
melaksanakannya dengan benar
3.4. Mempunyai alasan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk mencapai
suatu keputusan
5. Pembelajaran dan Pilihan-pilihan
Begitu kita beranjak dari gagasan kurikulum tetap dan
cara tetap untuk mengetahui sesuatu, kita dapat juga mulai mempertanyakan
efikasi sekolah standar. Alternatif untuk sekolah standar ini ditemukan
dibanyak kasus di negara dewasa ini. Biasanya alternatif ini terdiri atas magnet
schoos atau sekolah-sekolah
dengan fokus-khusus, yang kurikulumnya dirancang di seputar performing arts
(seni pertunjukan) atau sain dan teknologi. Tipe alternatif ini didanai oleh dana
publik, tetapi siswa dan orang tua mereka dapat memilih alternatif ini dan
bukan sekolah-sekolah lain yang lebih tradisional di masyarakat.
Sekolah-sekolah
pilihan telah populer di wilayah-wilayah perkotaan, sementara sekolah-sekolah virtual (maya) sebagian besar melayani
siswa-siswa di pedesaaan dan bagian-bagian negeri yang sulit di jangkau. Tren lain selama dekade silam yang berhubungan
dengan pilihan adalah gerakan home schooling. Banyak alasan yang
mendorong orang tua untuk mengambil alih tanggung jawab untuk mendidik
anak-anaknya sendiri. Sebagian
adalah mereka yang menjadi anggota beberapa kelompok relegius fundamental yang
takut bahwa sifat sekuler sekolah negeri akan mengerogti keimanan anak-anaknya.
Sebagian lainnya ingin memisahkan anaknya dari budaya anak muda yang menurut
persepsi mereka mewarnai sekolah-sekolah negeri dimasyarakat mereka dengan
obat-obatan dan kekerasan. Hasil-hasil dari tipe pendidikan ini masih belum
banyak diketahui. Sementara charter
schools yaitu sekolah yang didanai publik yang dirancang dan dimulai
oleh para rang tua, warga masyarakat, atau guru dalam beberapa hal, mereka beroperasi seperti
sekolah-sekolah swasta dalam arti mereka bersifat indifenden dari distrik
sekolah negeri setempat dan terbebas dari banyak regulasi lokal maupun negara
bagian yang diterapkan pada sekolah-sekolah negeri. Setelah individu-individu
atau kelompok-kelompok memperoleh charter
dari distrik sekolah atau pemerintah
negara bagian tertentu, mereka diberi uang publik untuk mengoperasikan sekolah
dan dianggap akuntabel oleh Chartering
argency karena memenuhi standar yang telah ditetapkan. Charter schools dan magnet schools disponsori oleh distrik menciptakan sekolah-sekolah swasta
yang didanai publik, yang berpihak kepada keluarga berada yang dapat memilih
diantara berbagai opsi pendidikan dan dapat menyediakan transportasi sendiri. Mereka yang lebih mampu dan lebih berada
mengikuti charter schools dan magnet schools meninggalkan sekolah dilingkungan nya sendiri
yang diisi oleh siswa yang kebanyakan berasal dari keluarga-keluaga berpendapatan
rendah.
6. Pembelajaran dan Akuntabilitas
Menurut Slamet
(2005:5) “ Akuntabilitas adalah
kewajiban untuk memberikan pertanggung jawaban atau untuk menjawab dan
menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang
memiliki hak atau kewajiban untuk meminta keterangan atau pertanggung jawaban” sementara Zamroni
(2008:12) menyatakan bawa “
akuntabilitas dikaitkan dengan
partisipasi. Ini berarti akuntabilitas
hanya dapat terjadi jika ada partisipasi dari stakeholders sekolah. Semakin
kecil partisipasi stakeholders dalam
penyelenggara manajemen sekolah maka semakin rendah pula akuntabilitas sekolah.
Jadi kalau disimpulkan akuntabilitas
adalah kemampuan sekolah
mempertanggungjawabkan kepada pihak publik segala sesuatu mengenai kinerja yang
diperoleh sebagai hasil partisifasi dari stakeholders . Selama awal abad kedua
puluh, guru-guru pemula semakin banyak dituntut untuk mendemonstrasikan pengetahuan mereka tentang pedagogi dan mata
pelajaran yang akan diajarkannya sebelum mendapat sertifikasi dan setelah itu
mereka akan dianggap akuntabel untuk menggunakan praktik terbaik disepanjang
kariernya
Guru abad ke-21 akan dituntut untuk mengusai berbagai dasar pengetahuan
(akademik, pedgogis, sosial, dan kultural) dan untuk menjadi profesional yang
reflektif dan problem solving (
mengatasi masalah ).
Berikut
ini deskripsi tentang guru yang mempunyai akuntabilitas,
1.
A Nation prepared : teachers for the
twenty-first Century, yang disponsori oleh Carnegie Forum on Education
and the Enomy ( 1986) :
a.
Guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang
cara kerja berbagai sistem fisik dan social
b.
Guru tidak akan hadir kesekolah dengan
mengetahui segala hal yang harus mereka ketahui, tetapi dengan mengetahui
bagaimana menemukan apa yang perlu mereka ketahui, kemana memperolehnya dan
bagaimana cara mebantu orang lain untuk memahaminya.
c.
Guru harus mampu bertindak secara mandiri maupun
secara kalaboratif dengan orang lain, dan memberikan judgment kritis, mereka harus
memiliki pengetahuan beragam dan memiliki pemahaman yang mendalam.
2.
Arthur Wise
(1995) ketua National Council for the Accreditation of Teacher Association
(NCATE) membuat persyaratan yang serupa tentang pengetahuan dan keterampilan
yang perlu didemonstrasikan oleh para guru dimasa mendatang.
a.
Guru
harus mampu mengunakan berbagai strategi untuk mengembangkan pemikiran kritis
dn problem solving
b.
Guru mestinya dapat mengusai teknologi
pendidikan, temasuk penggunaan komputer serta teknologi untuk pengajaran dan
evaluasi siswa lainnya.
c.
Guru
harus terampil dibidang manajemen kelas dan mampu berkolaborasi secara efektif
dengan para orang tua dan masyarakat .
d.
Guru
harus mampu mendemonstrasikan kopetensi pengetahuan yang dibutuhkan.
3.
Carnegie Task
fore on Teaching As a Profession, merekomendasikan jenjang karir untuk guru
dan pembentukan sebuah National Board
for Professional Teaching Standards ( NBPTS ). National Board telah
merancang berbagai prosedur untuk mengakses kompetensi guru berpengalaan dan
menerbitkan setifikat mengajar nasional kepada guru-guru yang memenuhi standar
mereka yang sangat ketat. Sertifikasi nasional itu bersifat sukarela dan
sertifikat Nasional bukan dimaksudkan untuk menggantikan continuing certificate
atau advanced certificate yangditawrkan oleh negara bagian. Saat ini, tidak ada
penghargaan ekstrinsik yang bersifat menyeluruh, seperti gaji yang lebih
tinggi, yang menyertai sertifikasi nasional tersebut. Akan tetapi beberapa
kelompok guru mengatakan bahwa sebuah
reward sistem ( sistem penghargaan ) akan dibutuhkan setifikasi nasional itu memjadi
permanen dan tersebar luas.
7. Pembelajaran dengan Teknologi
Teknologi
pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual.
Teknologi pembelajaran semula dilihat sebagi teknologi peralatan, yang
berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio visual. Teknologi pembelajaran merupakan
gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam
pendidikan, psikologi pembelajaran, dan pendekatan sistem dalam pendidikan..
Rumusan teknologi pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan
dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Ada
beberapa defenisi tentang teknologi pembelajaran yang memiliki pengaruh
terhadap perkembangan teknologi diantaranya adalah:
a. Definisi Associatio for Educational Communications Technology (AECT)
1963. Komunikasi audio visual adalah
cabang dari teori dan praktek pendidkan yang terutama berkepentingan dengan
mendesain, dan menggunakan p[esan guna mengendalikan proses belajar mencakup
kegiatan: a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan, b) Penstrukturan
dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan,
meliputi: perencanaan, produksi, pemilihan, manajen, dan pemanfaatan dari
komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran..
b. Defenisi Commision on Instruction Technology (CIT) 1970 “ dalam
pengertian yang lebih umum, teknolog pembelajaran diartikan sebagai media yang
lahir sebgai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untu keperluan
pembelajaran disamping guru, buku teks dan papan tulis…, bagian yang membentuk
teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian
perangkat keras maupun lunak lainnya”
Teknologi pembelajaran merupakan usaha sistematis dalam merancang, melaksanakan dan
mengevaluasi secara keseluruhan proses untuk tujuan khusus
c.
Definisi
Silbe 1970 menyebutkan istilah pengembangan yang artinya adalah
pengembangan potensi manusia juga pengembangan dari teknologi pembelajaran itu
sendiri yang mencakup parancangan, produksi, penggunaan, dan penilaian
teknologi untuk pembelajaran.
d. Defenisi Mackenzie dan Eraut 1971 “ Teknologi
pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan
pendidikan dapat di capai” artinya
teknologi pembelajaran lebih berorientasi pada proses.
e. Defenisi AECT 1972 yaitu merevisi dari
defenisi (1963, 1970, 1971) yaitu “ Teknologi pendidikan adalah suatu
bidang yang berkepentingan dengan memfesilitasi belajar pada manusia melaui
usaha sistematik dalam : Identivikasi, pengembangan, pengorganisasian dan
pemanfaatan berbagai sumber belajar serta dengan pengolahan atas keseluruhan
proses tersebut”.
Untuk itu guna untuk memberikan Pendidikan yang
berkualitas kepada siswa di zaman informasi ini menuntut guru senantiasa
mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini sangat penting bagi para guru untuk
memiliki keterampilan teknologi yang dibutuhan agar dapat memanfaatkan kekuatan
komputer dan teknologi yang terkait dengannya, untuk pengajaran yang efektif. Mereka juga perlu menyadari tentang
berbagai kemungkinan efek samping negatif yang menandai setiap inovasi
Teknologi mempengaruhi pengajaran dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi
teknologi merupakan suatu rencana penggunan beragam alat dan media, atau
tahapan basis instruksi. Sebagai teori,
teknologi digunaka sebagai pengembangan dan evaluasi. Pandangan pertama yang mengatakan bahwa
pemanfaatan teknologi lebih diarahkan bagaimana mengajarkannya, bukan apa yang
diajarkan. Adapun pandangan kedua
menyatakan bahwa teknologi diarahkan pana penerapan tahapan instruksional.
PENUTUP
Kesimpulan
-
Peran guru dimasa silam cukup sederhana dimana
keterampilan baca tulis dan numerasi dasar merupakan tujuan utama pendidikan.
Standar untuk guru di abad kesembilan belas lebih ditekankan pada bagaimana
mereka menjalani kehidupan pribadi dari pada kemampuan profesionalnya,
perubahan yang cepat selama abad kesembilan belas menentukan banyak elemen
sistem pendidikan yang kita miliki saat ini.
Pada abad kesembilan belas
dan awal abad ke dua puluh, maksud pendidikan meluas dengan pesat, dan peran
guru mendapat banyak dimensi tambahan serta tantangan-tantangan dalam mengajar.
-
Pandangan
konstruktivis mengatakan bahwa belajar adalah sebuah kegiatan sosial kultural:
bahwa pengetahuan bersifat agak personal, bahkan pelajar mengkkonstuksikan
makna melalui interaksi dengan orang lain
-
Pengajaran
efektif membutuhkan pemikiran yang seksama dan reflektif tentang apa yang
dikerjakan guru dan efek tindakannya pada pembelajaran sosial dan akdemik siswa
-
Guru-guru
terbaik menunjukkan kepedulian terhadap siswanya dan merasa bertanggung jawab
atas pembelajaran mereka
-
Tujuan
akhir mengajar adalah membantu siswa agar dapat menjadi pelajar yang mandiri
dan self regulated
No comments:
Post a Comment