FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Oleh: Drs. Sudadi, M.Hum.
PENGANTAR
Penulis memang bukan seorang filsuf, melainkan pecinta filsafat dan kebetulan saja sebagai pengajar filsafat. Oleh sebab itu dirasa tidak ada maksud apapun dengan pembuatannya ini, kecuali hanya dimaksudkan,bahwa apabila mungkin bisa membantu siapa saja yang sedang dan ingin belajar filsafat terutama filsafat ilmu pengetahuan.Meskipun tentang hal ini telah ditulis oleh banyak orang yang dimungkinkan lebih ahli dan lebih mendalami dalam bidang ini. Disinilah keberanian penulis walaupun bukan seorang filsuf, namun karena dirasa sangat diperlukan khususnya dalam kegiatannya sebagai pengajar filsafat.
Berbekal lebih dari dua dasa warsa pengalaman penulis bergumul dengan problem problem, seperti bagaimana mengajar filsafat (filsafat ilmu pengetahuan) kepada mahasiswa, agar supaya mereka mencintai dan memahami “filsafat ilmu pengetahuan”. Itulah sebabnya tulisan ini diusahakan uraiannya sejelas dan sesederhana mungkin, meskipun ini belum tentu memuaskan bagi yang sedang menggeluti ilmu semacam ini. Mungkin juga tulisan ini masih banyak kekurangannya, atau mungkin bisa menjadi pendorong orang lain yang lebih ahli tentang filsafat, sehingga bisa menambah dalam berfilsafat secara mandiri lebih khsus lagi filsafat ilmu pengetahuan.
1.Pendahuluan
Pertama-tama perlu dipahami antara istilah: “pengetahuan”, “ilmu pengetahuan”, dan “filsafat”.
Untuk memahami dapat dilihat beberapa penjelasan seperti dijelaskan pada hal-hal di bawah ini.
2. Pengertian Pengetahuan.
a.Dr. M.J. Langeveld mengatakan bahwa pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui.
b.James K. Feibleman merumuskan sbb.: Knowledge: relation between object and subject (pengetahuan: hubungan antara objek dan subjek.
Ensiklopedia Indonesia memuat antara lain: epistemologi menyebutkan bahwa setiap pengetahuan manusia adalah hasil dari berkontaknya dua hal, yaitu:
1). Benda (yang diperiksa), diselidiki dan akhirnya diketahui (objek).
2). Manusia yang melakukan pelbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya mengetahui benda/ hal itu.
3. pengetahuan dibedakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan biasa/ sehari hari.
b. Pengetahuan ilmiah
c. Pengetahuan filosofis
d. Pengetahuan wahyu/ theologis
e. Pengetahuan intuisi
4. Pengertian ilmu pengetahuan
a. Ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu yang bahasa Inggrisnya: Science, (Jerman: Wissenschaft) dan (Belnada: Wetenschap).
b. Secara etimologis, kata science berasal dari kata Latin: scio, scire berarti “tahu”. Begitu juga kata ilmu berasal dari kata Arab: alima yang juga berarti “tahu”.
Jadi secara etimologis bahwa ilmu dan science adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri dan syarat syarat khusus.
5. Definisi tentang ilmu pengetahuan adalah:
a.Ralph Ross mengatakan bahwa: Science is empirical, rational, general, and cumulative; and it is all four at one (ilmu ialah yang empiris, yang rasional, yang umum dan bertimbun bersusun; dan keempat-empatnya serentak).
b.Karl Pearson pengarang karya: Grammar of Science, merumuskan sbb: Science is the complete and consistent description of the facts of experience in the simplest possible terms (Ilmu pemgetahuan ialah lukisan atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sesederhana/ sesedikit mungkin).
Jadi, dengan bertolak dari definisi di atas, penulis menyimpulkan, bahwailmu pengetahuan adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistema mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian bagian dan hukum hukum tentang hal yang diselidiki (alam, agama, dan manusia) sejauh yang dapat dijangkau daya pikir yang dibantu indra manusia, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset, dan eksperimental.
6. Ada beberapa langkah dalam Ilmu pengetahuan, seperti:
1). Perumusan Masalah.
Yaitu, setiap penyeldikan ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan secara tepat dan jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuwan mempunyai jalan untuk mengetahui fakta yang harus dikumpulkan.
2). Observasi.
Yaitu, Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris & induktif dan seluruh kegiatannya diarahkan pada pengumpulan data dengan melalui pengamatan yang cermat.Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
3). Pengamatan dan Klasifikasi Data.
Yaitu, Penyusunan fakta dalam kelompok, jenis, & kelas tertentu berdasarkan sifat yang sama.
Jadi dengan klasifikasi ini maksudnya adalah menganalisis, membandingkan & membeda-bedakan data yang relevan.
4). Perumusan Pengetahuan (Definisi).
Yaitu, ilmuwan mengadakan analisis & sintesis secara induktif, kemudian diadakan generalisasi dan dituangkan dalam pertanyaan universal, sehingga dari sinilah teori terbentuk.
5). Prediksi.
Yaitu, deduksi mulai memainkan peranan, sehingga dari teori yang sudah terbentuk tadi, kemudian diturunkan hipotesis baru, dan melalui deduksi pula mulai disusun implikasi logis agar dapat diadakan ramalan-ramalan tentang gejala yang perlu diketahui.
Deduksi ini selalu dirumuskan dalam bentuk silogisme.
6). Verifikasi.
Yaitu, dilakukan pengujian kebenaran hipotesis.
Artinya, bahwa menguji kebenaran prediksi-prediksi tadi melalui observasi terhadap fakta yang sebenarnya, sehingga keputusan terakhir terletak pada fakta.
Oleh sebab itu, jika fakta tidak mendukung hipotesis, maka hipotesis itu harus dibongkar dan diganti dengan hipotesis lain, dan kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari permulaan.
Itu artinya, bahwa data empiris merupakan penentu bagi benar tidaknya hipotesis.
Jadi, untuk langkah terakhir kegiatan ilmiah adalah pengujian kebenaran ilmiah dan menguji konsekuensi-konsekuensi yang telah dideduksi.
7.Pengertian Filsafat
Terkait dengan pengertian filsafat, perlu ditegaskan di sini bahwa dalam garis besarnya filsafat minimal mempunyai tiga dimensi besar, yakni:
1. dimensi epistemologis
2. dimensi ontologis
3. dimensi aksiologis
Inilah keseluruhan filsafat dalam garis besar yang ringkas. Untuk itu agar lebih jelas tentang kapling-kapling filsafat dimaksud adalah sebagai berikut:
1.Dimensi epistemologis, yakni dimensi yang membicarakan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Runes (1971: 94) dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya sehingga sering disebut dengan istilah filsafat pengetahuan, karena ia membicarakan hal pengetahuan. Untuk hal ini ada beberapa aliran yang membicarakan, seperti:
Aliran empirisme, yakni kata yang berasal dari kata Yunani empeirikos yang asal katanya adalah empeiria, artinya pengalaman. Oleh sebab itu, menurut aliran ini bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. John Locke (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman Modern mengemukakan teori tabula rasa yang dalam bahasa Indonesia adalah meja lilin. Maksudnya adalah bahwa manusia pada mulanya kosong dari pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, sehingga manusia memiliki pengetahuan.
Aliran Rasionalisme, yakni aliran yang menyatakan bahwa “akal adalah dasar kepastian pengetahuan”. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Menurut aliran ini, bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini di zaman Modern adalah Rene Descartes (1596-1650), ini benar. Akan tetapi sesungguhnya paham semacam ini sudah ada jauh sebelum itu, yakni orang orang Yunani Kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada Aristoteles yang teleh disebutkan di depan. Di samping kedua aliran ini masih banyak aliran filsafat yang belum disebutkan di sini.
2.Dimensi ontologis, hal ini setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filsuf mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat, yang biasa disebut dengan istilah ontologi (Ahmad Tafsir, 2009: 28). Bidang bahasan dalam dimensi ontologis ini sangat luas, yakni segala yang ada, dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan kakikat nilai).
3.Dimensi aksiologis, bahwa dalam dimensi ini seandainya ditanyakan kepada Socrates atauNietzsche tentang apa guna filsafat, agaknya mereka akan menjawab bahwa filsafat dapat menjadikan manusia menjadi manusia. Artinya, dengan filsafat orang akan bisa menjadi orang bijaksana. Namun bila melihat rumusan ini nampaknya terlalu umum, sehingga sulit dipahami. Untuk memahami kegunaan filsafat di tingkat teknis operasionalnya, dapat dimulai dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori, kedua filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life), dan ketiga filsafat sebagai metode pemecahan masalah (Ahmad Tafsir, 2009: 42).
Filsfat sebagai kumpulan teori filsafat, digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Sedangkan filsafat sebagai philosophy of life (pandangan hidup) ini sangat penting untuk dipelajari, sebab dalam hal ini fungsinya mirip dengan agama (Ahmad Tafsir, 2009: 42). Dalam posisi ini filsafat dapat menjadi jalan kehidupan. Jika dalam agama X dikatakan bahwa agama X itu adalah jalan kehidupan, maka filsafat sebagai filsafat hidup demikian juga halnya. Ia menjadi pedoman. Isinya berupa ajaran dan ajaran itu dilaksanakan dalam kehidupan. Perbedaannya agama dengan filsafat adalah bila filsafat dipandang sebagai teori, maka teori itu ada yang dipakai dan ada yang tidak dipakai, ada yang diakui kebenarannya dan ada yang tidak diakui. Intinya bahwa filsafat sebagaiphilosophy of life gunanya untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan, lebih singkat lagi: untuk dijadikan agama (Ahmad Tafsir, 2009: 43). Dan selanjutnya, bahwa filsafat sebagai metodologydalam memecahkan masalah, ada berbagai cara yang ditempuh orang bila hendak menyelesaikan sesuatu masalah. Seperti memecahkan masalah dengan cara sains, sehingga hal ini pusat perhatiannya pada fakta empiric, namun ada juga yang menyelesaikan masalah dengan cara filsafat, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapatlah dikatakan bahwa dimensi aksiologis dari filsafat adalah berupa kegunaan filsafat dan itu luas sekali. Di mana pun dan pada apa pun filsafat diterapkan di situ filsafat memiliki kegunaan. Bila digunakan dalam pedidikan, maka akan dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi pendidikan, bila digunakan dalam bahasa, ia berguna bagi bahasa, dan bila digunakan dalam agama, maka filsafat juga dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi agama, dan seterusnya. Inilah pemehaman filsafat dalam dimensi aksiologis.
8.Pengertian Filsafat Ilmu pengetahuan.
Untuk memahami pengertian tentang filsafat ilmu pengetahuan, akan dibahas terlebih dahulu pengertian filsafat dalam arti terminologinya. Pengertian filsafat sesuai dengan terminologinya yaitu:
- Filsafat adalah upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
- Filsafat adalah upaya melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
- Filsafat adalah untuk menentukan batas batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
- dFilsafat adalah penyelidikan kritis atas pengandaian pengandaian dan pernyataan pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
- Filsafat adalah berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.
Jadi, pengertian filsafat secara terminologinya di atas sangat beragam baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan Mohammad Hatta seorang ahli filafat Indenesia, dan Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Hal ini bisa dimengerti, karena intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan pada definisi. Namun definisi filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan, karena untuk memberi arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama terkait dengan filsafat ilmu
Berikut akan dibahas tentang pengertian ilmu pengetahuan. Secara etimologis bahwa ilmu dalam bahasa Inggris adalah science, yaitu berasal dari bahasa Latin: scientia artinya pengetahuan, dan scire artinya mengetahuai, dan sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Sedangkan ilmu yang berasal dari bahasa Arab adalah: ‘alima, ya’lamu, dan ‘ilman, kesemua itu artinya mengerti dan memahami benar benar.
Dari beberapa istilah di atas, lalu pengertian ilmu dalam kamus bahasa Indonesia adalah penegtahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem, menurut metode metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang itu.
Ciri ciri utama ilmu pengetahuan sesuai dengen terminologinya antara lain:
1). Ilmu pengetahuan adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, epiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Hal ini beda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan pengahayatan serta pengalaman pribadi.
2). Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, melainkan ilmu pengetahuanmenandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (alam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Oleh sebab itu, koherensi sistematik adalah hakikat ilmupengetahuan.
3). Ilmu pengetahuan tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing masing penalaran perorangan, sebab ilmu pengetahuan dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4). Berkaitan dengan konsep ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode metode yang berhasil dan hasil hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
5). Ciri hakiki dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah.
Setelah dipahami pengertian Filsafat, pengertian Ilmu pengetahuan, dan pengertian Pengetahuan, maka dapat disimpulkan bahwa Filsafat Ilmu pengetahuan adalah kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan, sehingga filsafat ilmupengetahuan dapat menjawab beberapa persoalan, seperti:
a. Persoalan dalam landasan dimensi Ontologis:
Artinya: persoalan tentang Objek apa yang ditelaah ?, Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ?, Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang bidang ilmu.
b. Persoalan dalam landasan dimensi epistemologis
Artinya: persoalan bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ?. Bagaimana prosedur dan mekanismenya ?. Hal hal yang harus diperhatikan agar dapat diperoleh pengetahuan yang benar ?. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?. Apa kriterianya ?. Cara/ teknik/ sarana apa yang membantu manusia dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?.
c. Persoalan dalam landasan dimensi aksiologis
Artinya: persoalan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ?. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah kaidah moral ?. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan pilihan moral ?. Bagaimana korelasi antara teknik proseduran yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma norma moral ?.
9.Pengertian filsafat ilmu pengetahuan menurut Hartono Kasmadi (1990) dapat dirangkum dalam tiga (3) medan telaah, yaitu:
a. Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambang yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan.
Misal: untuk mengkaji ilmu empiris, ilmu rasional, bidang etika, estetika, dll.
b. Filsafat ilmu pengetahuan adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, praduga, dan postulat mengenai ilmu , serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar empiris, rasional, dan pragmatis.
Misal: analisis terhadap anggapan dasar tentang kuantitas, kualitas, waktu, ruang, dan hukum, serta dapat pula sebagai studi keyakinan tertentu, maupun keyakinan dunia “sana”.
c. Filsafat ilmu pengetahuan adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu
10. Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Adapun Persamaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1). Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya, menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2). Kedua-duanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang dialami, serta menunjukkan sebab-sebabnya.
3). Keduanya hendak memberikan sintesis, yakni suatu pandangan yang begandengan.
4). Keduanya mempunyai metode dan system.
5). Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya yang timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Sedangkan Perbedaannya antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1). Objek material (lapangan) penyelidikan filsafat bersifat umum (universal), yakni segala sesuatu yang ada, sedangkan objek material ilmu pengetahuan adalah bersifat khusus dan empiris.
2). Objek formal filsafat bersifat non fragmentaris, sebab mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada secara luar, mendalam, dan mendasar (sampai pada hakekat). Sedang ilmu pengetahuan objek formalnya bersifat pragmentaris, spesifik, dan intensif, juga bersifat teknis, artinya bahwa idea idea manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
3). Filsafat dilaksanakan dalam suasana menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan. Sedangkan ilmu harus diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh sebab itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
4). Filsafat dengan pertanyaan yang lebih jauh dan mendalam berdasar pengalaman realitas sehari-hari. Sedangkan ilmu pengetahuan bersifat diskursif, yakni menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5). Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai dasar yakni yang disebut hakekat. Sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam atau yang disebut yang sekundar (secondary cause).
11. Tujuan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan tujuannya, yakni:
a. mendalami unsure-unsur pokok ilmu pengetahuan, sehingga secara menyeluruh dapat dipahami sumber-sumber, hakikat, dan tujuan ilmu pengetahuan.
b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga didapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
c. Menjadi pedoman bagi para pendidik dan anak didik dalam mendalami studi di perguruan tinggi, khususnya untuk membedakan persoalan ilmiah dan non ilmiah.
d. Mendorng para calon ilmuwan untuk konsentrasi dalam mendalami ilmu pengetahuan dan mengembangkannya.
e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu pengetahuan dan agama tidak ada pertentangan (Amsal Bakhtiar, 2004: 20).
12. Kajian Filsafati tentang Arah dan strategi perkembangan ilmu pengetahuan
Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang dikenal orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh sebelum para pemikir Yunani mengenalnya. Usaha mula mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survey.
Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan berharga meskipun tidak seintensif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu. Bangsa Yunani dapat dianggap sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis. Sejalan dengan hal di atas, maka arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah sbb.:
1. Ilmu berkembang dari keadaan bersatu menuju keadaan yang banyak atau terspesialisasi.
Dari aspek ini dinyatakan, bahwa tidak ada ilmu pengetahuan pada umumnya, yang ada hanyalah ilmu konkrit. Perkembangan seperti ini ternyata tidak dapat dielakkan, sehingga ilmu dalam perkebangannya menuju ke arah spesialisasi. Spesialisasi dimungkinkan oleh karena manusia dapat menelaah satu aspek saja pada satu soal, terutama pada tahapan analisis.
2. Ilmu berkembang dari cara kerjanya yang rasional ke arah rasional empiris dan rasional eksperimental. Aspek perkembangan ini bersangkutan dengan metode ilmu dan metode merupakan komponen pokok dalam segala aktivitas keilmuan.
Ditelusuri lebih jauh, karakter ilmu mengalami perubahan, dari masa Purba yang hanya memiliki “a receptive and emperical mentality” ke arah bangkitnya suatu “inquiring mind”, dari kemampuan know-how ke arah know-why. (inquire: menyelidiki/ ingin tahu).
3. Ilmu berkembang dari sifatnya yang kualitatif ke arah kuantitatif. Dari aspek ini perkembangan ilmu ditandai suatu pergeseran pandangan tentang objek manakah yang bisa dan patut dikaji secara ilmiah. Ilmu-ilmu positif misalnya, mulai menyangsikan realibilitas dan validitas persoalan-persoalan metafisik, yang oleh para pengikut positivisme dianggap sebagai “nonsense”.
4. Perkembangan ilmu terjadi pergeseran dari fungsi memajukan masyarakat ke arah ideologi yang mendominasi masyarakat. Beberapa tokoh yang mengkritik perkembangan ilmu yangdemikian itu, seperti Herbert Marcuse dan Jurgen Habermas.
Strategi pengembangan ilmu pengetahuan
Strategi pengembangan ilmu terdapat tiga macam pendapat, yaitu:
- Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dikembangkan dalam otonomi tertutup. Ilmu untuk ilmu, science for the sake of science only. Di sini pengeruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan.
- Ilmu lebur di dalam konteks, tidak saja sekedar merefleksikannya tetapi memberi justifikasi bagi konteks.
3. Ilmu dan konteks dikembangkan dengan suasana saling meresapi, agar timbul gagasan-gagasan baru yang relevan dan aktual, sejalan dengan kenyataan yang tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu tidak dapat dielakkan bahwa semakin terasa adanya urgensi untuk menjelaskan dan mengarahkan perkembangan ilmu tidak hanya berhenti atas dasarcontext of justification, akan tetapi atas dasar context of discovery. Hal ini disebabkan karena pada akhirnya ilmu pengetahuan dibutuhkan, dan pada gilirannya dipergunakan sebagai instrumen bagi penyelesaian masalah masalah konkrit yang dihadapi masyarakat.
Koento Wibisono (1983) berpendapat bahwa strategi pengembangan ilmupengetahuan harus berorientasi pada dimensi:
1. Dimensi teleologis, artinya bahwa ilmu pengetahuan hanyalah sekedar sarana yang dibutuhkan untuk mencapai suatu teleos.
2. Dimensi etis, artinya bahwa ilmu pengetahuan berkiblat pada manusia yang menduduki tempat sentral. Dimensi etis menuntut pengembangan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab.
3. Dimensi integratif, artinya bahwa pengembangan ilmu pengetahuan pada akhirnya terarah pada peningkatan kualitas manusia yang sekaligus juga kualitas struktur masyarakat.
13. Kedudukan filsafat ilmu pengetahuan dalam filsafat.
Tempat kedudukan filsafat ilmu pengetahuan ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan Filsafat Ilmu pengetahuan, yakni:
Pertama, sifat pengetahuan ilmiah. Di sini filsafat ilmu berkaitan dengan epistemologi, artinya: berfungsi menyelidiki syarat-syarat pengetahuan manusia dan bentuk-bentuknya.
Kedua, berkaitan dengan cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah, artinya: berkaitan dengan logika dan metodologi
14. Objek filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan mempunyai objek yaitu: a. Objek material, dan b. Objek formal.
Ad. a. Objek material, yaitu objek yang dijadikan sasaran penyelidikan, oleh sebab ini objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ad. b. Objek formal, yaitu sudut pandang terhadap objek materialnya, sehingga objek formalnya berupa hakekat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan.
15.Ruang lingkup Filsafat Ilmu pengetahuan
Jadi, cakupan objek filsafat lebih luas dibanding dengan ilmu, sebab ilmu hanya mencakup yang empiris saja, sedang filsafat tidak hanya yang empiris saja. Secara historis ilmu adalah berasal dari kajian filsafat, sebab awalnya filsafat yang melakukan pembahasan tentang yang ada secara sistematis, rasional, logis dan empiris. Setelah berjalan, terkait dengan yang empiris, maka semakin bercabang dan berkembang, sehingga timbullah spesifakasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Hal ini seperti diibaratkan oleh Will Durant, bahwa filsafat bagaikan Marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan Infantri. Pasukan Infantri adalah sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu, Sedangkan filsafat yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan (Sumber buku Filsafat Ilmu oleh: Amsal Bakhtiar, 2008, 2). Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing masing, sehingga ilmulah secara praktis bagaikan membelah gunung, dan merambah hutan. Sedangkan filsafat kembali ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh. Oleh sebab itu, filsafat sering disebut sebagai induk/ ibu ilmu penetahuan. Hal ini bisa dimengerti, sebab dari filsafatlah, maka ilmu ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu: teknologi.
16.Kajian Filsafati Dasar-dasar ilmu pengetahuan
Pengertian ilmu pengetahuan secara umum adalah suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan pengetahuan (ilmiah) yang ditujukan untuk memperoleh kebenaran (ilmiah) dan sedapat mungkin untuk mencapai kebahagiaan umat manusia.
Jenis dari ilmu pengetuan adalah sistemnya.Pembedanya adalah kumpulan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan sedapat mungkin untuk kebahagiaan umat manusia.
Ilmu pengetahuan ditinjau dari unsur unsurnya, yaitu berupa:
a. Sistem
b. Pengetahuan (ilmiah)
c. Kebenaran
d. Kebahagiaan umat manusia
Jadi segi statika ilmu pengetahuan adalah:
Suatu sistem tertentu yang berupa pengetahuan (ilmiah).
Sedang segi dinamika ilmu pengetahuan adalah:
1. Suatu usaha terus menerus untuk mencapai kebenaran ilmiah.
2. Kebahagiaan umat manusia.
Jadi bila orang menggunakan istilah dasar dasar yang statik dari ilmu pengetahuan, maka seakan akan orang terpaku perhatiannya pada suatu kerangka dasar yang mau tidak mau harus dibuktikan dalam melakukan kegiatan ilmiah.
Sedang istilah dasar dasar dinamik dari ilmu pengetahuan adalah pedoman pedoman yang ada di depannya agar supaya orang tidak tersesat dalam melakukan kegiatan ilmiah.
Sistem adalah suatu keadaan atau barang sesuatu tertentu yang bagian bagiannya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Dasar dasar dinamik ilmu pengetahuan yang berupa:
Pedoman yang harus diikuti oleh seorang ilmuwan, dalam usahanya untuk mencapai tujuan dari kegiatan ilmiah.
Tujuannya adalah kebenaran ilmiah yang sedapat mungkin untuk mencapai kebahagiaan umat manusia.
Apakah yang dinamakan “kebenaran” ?.
Paham objektivisme mengatakan:
Kebenaran adalah keadaan yang menunjukkan kesesuaian antara pikiran manusia tentang objeknya dengan keadaan yang senyatanya dari objek tersebut.
Paham subjektivisme mengatakan bahwa kebenaran adalah:
Suatu proses yang menggambarkan bahwa dalam keadaan terakhir yang menetukan kebenaran sesuatu pendapat adalah si subjek itu sendiri.
Paham objektivisme juga disebut paham korespondensi tentang kebenaran.
Sebab kebenaran adalah adanya kesesuaian antara pikiran manusia tentang suatu objek tertentu dengan keadaan tertentu dari objek itu.
Jadi, yang menentukan benar atau tidaknya adalah objek yang bersangkutan.
Sedang paham subjektivisme bahwa yang benar adalah:
Ditentukan oleh pendapat manusia atau subjek yang bersangkutan.
Jadi paha subjektivisme dapat dibedakan menjadi dua(2), yaitu:
- Paham konsistensi atau paham logik atau paham koherensi.
- Paham pragmatik.
Berikut adalah apa yang dinamakan “kebahagiaan” ?
Kebahagian di sini tentu terkati dengan tujuan akhir yang hendak dicapai manusia di dunia ini.
Maka apakah mungkin manusia selama hidup di dunia ini dapat mencapainya.
Pertanyaan dimaksud ada dua pendapat, yaitu:
- Manusia semasa hidup di dunia tidak akan dapat mencapai kebahagiaan.
- Manusia dalam hidup di dunia bila sungguh sungguh akan dapat mencapai kebahagiaan (dalam arti kesejahteraan rohani dan jasmani).
Jadi kebahagian yang merupakan paduan/ sintetik adalah merupakan suatu suasana percampuran antara keadaan yang bersifat subjektif dengan keadaan yang bersifat objektif yang menghasilkan suatu keharuan.
Hal ini disadari karena kebahagiaan adalah masalah pribadi yang merupakan campuran tersebut di atas dan menimbulkan keharuan pada masing masing pribadi.
17.Titik Pandang Filsafat Ilmu pengetahuan
Dasar memahami filsafat ilmu adalah bila mengatahui empat titik pandang (view points) dalam filsafat ilmu.
Empat titik pandang filsafat ilmu, yaitu:
a.Perumusan world-views yang konsisten, misal: pada beberapa pengertian didasarkan atas teori teori ilmiah.
Jadi filsuf ilmu bertugas mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari illmu.
b. Eksposisi dari presuppositions dan predispositions para ilmuwan. Misal: filsuf ilmu mengemukakan bahwa para ilmuwan menduga alam tidak berubah-ubah, dan terdapat keteraturan di alam, sehingga gejala-gejala alam mudah didapat oleh peneliti. Oleh sebab itu peneliti tidak menutup keinginan keinginan deterministik.
c. Konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan.
Artinya memberikan kejelasan tentang makna dari berbagai konsep, seperti gelombang, potensial, dll.
Oleh sebab itu ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama, apakah para ilmuwan mengerti suatu konsep yang digunakannya, sehingga dalam hal ini tidak memerlukan klasifikasi.
Kedua, para ilmuwan tidak tahu makna konsep tersebut, sehingga mereka harus inquiryhubungan konsep itu dengan konsep-konsep lain.
Jadi, bila seorang ilmiawan melakukan inquiry, berarti ia sedang mempraktekkan filsafat ilmu.
d.Filsafat ilmu merupakan second-order criteriology.
Filsafat Ilmu mempunyai beberapa criteria yang harus dipahami bagi para ahlinya.
artinya: bahwa filsuf ilmu menuntut jawaban jawaban atas pertanyaan:
1). Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dengan tipe penyelidikan lain.
2). Prosedur yang bagaimana yang harus diikuti oleh para ilmuwan dalam menyelidiki alam.
3). Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai dalam penyelidikan ilmiah agar jadi benar.
4). Status yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum ilmiah.
Jadi pertanyaan itu ada perbedaan yang dapat dirumuskan antara doing science danthingking tentang ilmu.
18.Jawaban dari tiga dimensi persoalan filsafat ilmu pengetahuan
a.Dimensi Ontologis
Dimensi ontologis, yang dihadapi adalah persoalan: keterangan dari hakekat ada
Kata ontologi berasal dari kata Yunani: On= being, dan logos=logic.
Jadi, ontologi= The theory of being qua being.
Louis O Kattsoff dalam Elements of Philosophy mengatakan: ontologi itu mencariultimate reality, contohnya adalah pemikiran Thales, yaitu: air = ultimate substance.
Jadi menurutnya bahwa semua benda berasal hanya satu, yaitu air. Ontologi dalam segi praktisnya adalah sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi dari segi teoritis: menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang ada dapat dikatakan ada.
Pendek kata dapat disebut sebagai teori mengenai prinsip prinsip umum dari hal yang ada. Ontologi disebut juga dari kata: ontos artinya sesuatu yang berwujud. Oleh sebab itu ontologi adalah teori/ ilmu tentang wujud, tentang hakkat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata mata.
Dari beberapa pengertian tentang ontologi di atas, akhirnya dapat disimulkan sbb.:
1. Menurut bahasanya, ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: On/ Ontos = ada, danLogos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilahnya, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/ konkrit maupun rohani/ abstrak.
Term ontologi kali pertama diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada th. 1636 M. Yaitu untuk memberi nama teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Kemudian perkembangannya Christian Wolf (th. 1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu:
1). Metafisika umum(Ontologi)
2). Metafisika khusus
b.Dimensi Epistemologi
Epistemologi ialah cabang filsafat yang membicarakan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasar, dan tanggung jawab atas pernyataan mengenai pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, antara lain adalah:
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan yang lain mempunyai metode-metode:
1. Metode induktif = khusus ke umum
2. Metode deduktif = umum ke khusus
3. Metode positivisme = menolak metafisika yakni Apa yang diketahui, yang faktual, positif
4. Metode kontemplatif = kemampuan intuisi, yakni Diperoleh lewat kontemplasi
5. Metode dialektis = semula artinya tanya jawab, yakni Kemudian berarti mengkompromikan lawan
Keterangan dari beberapa metode di atas, yakni:
Ad. 1. metde induktuif, yakni
Ad. 2. meotde deduktif, yakni
Ad. 3. metode positivisme, yakni suatu metode yang dikeluarkan oleh August Comte (1797-1857) berupa metode yang berpangkal pada hal-hal positif, sehingga ia mengesampingkan persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Jadi ia menolak metafisika, sehingga di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, bahwa perkembangan pikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap, yakni:
a. tahap teologis, pada tahap ini manusia yakin bila dibalik sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
b. tahap metafisik, pada tahap ini kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
c. tahap positif, pada tahap ini sebagai suatu usaha mencapai pengenalan yang mutlak, sehingga pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tidak berguna. Yang penting menemukan hukum-hukum dan urutan yang ada pada fakta dengan pengamatan dan menggunakan akal.
Ad. 4. metode kontemplatif, yakni metode yang mengatakan ada keterbatas indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga hasil yang diperoleh pun berbeda beda, maka harus dikembangkan kemampuan akal yang disebut intuisi. Jadi kemampuan intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi.
Ad. 5. metode dialektis.
c. Dimensi aksiologis
Terkait dengan nilai, maka tentang nilai dapat subjektif tapi dapat juga objektif Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan ? Bagi seorang ilmuwan, kegiatan ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah hal yang sangat penting. Yang lebih penting adalah bahwa ilmu pengetahuan tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, namun ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat manusia berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan “melulu” untuk mendesak kemanusiaan, namun kemanusiaanlah yang harus menggemgam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka pengembangan diri kepada sang Pencipta.
DaftarPustaka
Amsal Bakhtiar, 2004, Filsafat Ilmu, Jakarta, PT. Grafindo Persada
Bebbington, David, 1979, Patterns in history, , England, Inter-Varsity Press
Caputo, John D. 1987, Radical Hermeneutics, Bloomington and Indianapolis, Indiana University Press
Harun Hadiwijono, 1988, Sari Sejarah Fil safat Yunani,Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Robert N. Beck, 1967, Perspectives in Social Philosophy, New York, Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Sullivan, John Edward, 1970, Prophets of the West, New York, Holt, Rinehart and Winston, Inc
Suparlan Suhartono, 2007, Dasar-dasar Filsafat, Ruzz Media.Yogyakarta, ArFil.
Surajiyo, 2008, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta, PT. Bumi Perkasa
No comments:
Post a Comment